Adalah dambaan setiap pasangan menikah untuk hamil, punya baby dan membesarkannya. Bagi sebagian orang hal itu sangat mudah, namun sebagian lainnya bukanlah hal yang mudah. Termasuk aku dan suamiku.
Kami menikah 21 Juli 2007. Setahun tinggal dengan mertua kami memutuskan pindah rumah sendiri. Juni 2008 kami menempati rumah baru kami di Semarang. Pertanyaan kapan aku hamil adalah hal yang wajar untuk pengantin baru seperti kami, hingga menginjak bulan ke-9 pernikahan aku dan suami memutuskan konsultasi ke obgyn di Semarang yaitu dr Diana Spog di RS Bunda. Hasil USG tidak menunjukkan kelainan di rahim dan dokter memberikan obat penyubur sebagai awal program kehamilan kami. Masa ini sampai pernikahan tahun kedua adalah masa-masa dimana aku merasa tertekan. Hingga bulan Maret 2009 aku dipindahtugaskan ke Surabaya semakin membuat kami gamang, tapi saat itu aku belum siap melepaskan pekerjaanku sehingga aku jalani pernikahan jarak jauh kami. Suami di Semarang, aku di Surabaya. Konsultasi lanjutan ke dokter kami ditolak karena dokter mensyaratkan kami harus sekota. Ah sudahlah, ini hidup kami dan kami yang memutuskan.
Akhirnya kami jalani pernikahan jarak jauh kami selama 2 tahun 3 bulan dimana seminggu sekali kami bisa bertemu. Dimasa ini kami sempat konsultasi ke dr Syarif Taufik KFer di RS Hermina Semarang. Dokter Syarief sangat komunikatif dan sangat nyaman untuk konsultasi. Namun kesulitan kami adalah menyesuaikan jadwal mens dan masa suburku karena posisiku di Surabaya. Pada akhirnya tahun 2011 suamiku dipindah ke Jogja, hingga aku memutuskan melepaskan pekerjaanku di Surabaya karena berbagai pertimbangan, termasuk kelanjutan program hamil kami. Di Jogja aku mendapatkan pekerjaan yang sesuai bidangku walau aku harus menurunkan standar sallaryku. Aku mensyukurinya dan menjalani dengan santai. Masa-masa ini adalah masa santai dalam pernikahan kami, walaupun mungkin ini adalah masa-masa mengkhawatirkan dari orang-orang di sekeliling kami karena aku tak kunjung hamil.
Program hamil kami lanjutkan dimulai dari awal. Pertama adalah dengan dr Merry di RS Panti Rapih. Dr Merry termasuk senior dan sangat tegas, beberapa orang menyebutnya galak. Program dimulai dari pemberian obat penyubur selama 3 bulan, dilanjut HSG. Setelah itu berlanjut ke Androlog untuk pengecekan suamiku dengan dr Dicky di RS Happyland. Saat itu dr Dicky memberikan terapi ke suamiku dan menyarankan kami untuk inseminasi buatan atau bayi tabung. Selama persiapan inseminasi itu aku akhirnya memutuskan untuk pindah dokter dengan dr Ova di RS Happyland. Selama persiapan inseminasi, aku diharuskan periksa pada hari kedua siklus menstruasi dan hari ke-12 untuk mengukur sel telur. Setelah 3 kali siklus akhirnya inseminasi mulai akan dilakukan. Di hari ke-12 diberi suntikan pemecah sel telur, kemudian 36 jam kemudian proses inseminasi buatan dilakukan. Di awali dengan proses pencucian sperma, kemudian hasilnya di inject ke dalam saluran telurku. 2 minggu setelah inseminasi, aku mendapatkan menstruasi, yang artinya gagal. Sedih? Pastinya. Pada akhirnya aku dan suami memutuskan untuk tidak kontrol lagi setelah inseminasi.
Kami menikah 21 Juli 2007. Setahun tinggal dengan mertua kami memutuskan pindah rumah sendiri. Juni 2008 kami menempati rumah baru kami di Semarang. Pertanyaan kapan aku hamil adalah hal yang wajar untuk pengantin baru seperti kami, hingga menginjak bulan ke-9 pernikahan aku dan suami memutuskan konsultasi ke obgyn di Semarang yaitu dr Diana Spog di RS Bunda. Hasil USG tidak menunjukkan kelainan di rahim dan dokter memberikan obat penyubur sebagai awal program kehamilan kami. Masa ini sampai pernikahan tahun kedua adalah masa-masa dimana aku merasa tertekan. Hingga bulan Maret 2009 aku dipindahtugaskan ke Surabaya semakin membuat kami gamang, tapi saat itu aku belum siap melepaskan pekerjaanku sehingga aku jalani pernikahan jarak jauh kami. Suami di Semarang, aku di Surabaya. Konsultasi lanjutan ke dokter kami ditolak karena dokter mensyaratkan kami harus sekota. Ah sudahlah, ini hidup kami dan kami yang memutuskan.
Akhirnya kami jalani pernikahan jarak jauh kami selama 2 tahun 3 bulan dimana seminggu sekali kami bisa bertemu. Dimasa ini kami sempat konsultasi ke dr Syarif Taufik KFer di RS Hermina Semarang. Dokter Syarief sangat komunikatif dan sangat nyaman untuk konsultasi. Namun kesulitan kami adalah menyesuaikan jadwal mens dan masa suburku karena posisiku di Surabaya. Pada akhirnya tahun 2011 suamiku dipindah ke Jogja, hingga aku memutuskan melepaskan pekerjaanku di Surabaya karena berbagai pertimbangan, termasuk kelanjutan program hamil kami. Di Jogja aku mendapatkan pekerjaan yang sesuai bidangku walau aku harus menurunkan standar sallaryku. Aku mensyukurinya dan menjalani dengan santai. Masa-masa ini adalah masa santai dalam pernikahan kami, walaupun mungkin ini adalah masa-masa mengkhawatirkan dari orang-orang di sekeliling kami karena aku tak kunjung hamil.
Program hamil kami lanjutkan dimulai dari awal. Pertama adalah dengan dr Merry di RS Panti Rapih. Dr Merry termasuk senior dan sangat tegas, beberapa orang menyebutnya galak. Program dimulai dari pemberian obat penyubur selama 3 bulan, dilanjut HSG. Setelah itu berlanjut ke Androlog untuk pengecekan suamiku dengan dr Dicky di RS Happyland. Saat itu dr Dicky memberikan terapi ke suamiku dan menyarankan kami untuk inseminasi buatan atau bayi tabung. Selama persiapan inseminasi itu aku akhirnya memutuskan untuk pindah dokter dengan dr Ova di RS Happyland. Selama persiapan inseminasi, aku diharuskan periksa pada hari kedua siklus menstruasi dan hari ke-12 untuk mengukur sel telur. Setelah 3 kali siklus akhirnya inseminasi mulai akan dilakukan. Di hari ke-12 diberi suntikan pemecah sel telur, kemudian 36 jam kemudian proses inseminasi buatan dilakukan. Di awali dengan proses pencucian sperma, kemudian hasilnya di inject ke dalam saluran telurku. 2 minggu setelah inseminasi, aku mendapatkan menstruasi, yang artinya gagal. Sedih? Pastinya. Pada akhirnya aku dan suami memutuskan untuk tidak kontrol lagi setelah inseminasi.
Satu tahun setelah inseminasi, tanpa diduga aku bisa hamil alami. Surprise dan senang sekali, walaupun saat itu aku sedih karena aku sendiri di Jogja, dimana suamiku sudah memutuskan untuk pindah karier baru di Bogor. Di usia kehamilan 9 minggu 5 hari aku terbang ke Jakarta karena saat itu long weekend, dimana tiket flight sudah aku booking jauh hari, saat sebelum hamil. Tidak ada agenda khusus, tetapi saat itu seluruh keluarga suami memang berkumpul di Jakarta. Sebelum berangkat ke Jakarta, aku sudah konsultasi ke dokter, apakah diperbolehkan bepergian menggunakan pesawat, dan dokter membolehkannya. Namun di hari ke-3 liburanku aku mendapatkan flek dan esoknya terjadi pendarahan sehingga hari itu juga janin ku harus di kuret. Sedih? Sedih teramat sangat. Semakin sedih karena people judge me tentang bepergian naik pesawat, walaupun tidak semua orang. Pada akhirnya aku dan suami sudah ikhlas akan kehilangan ini. Kami yakin bahwa ini sudah jalan Nya. Hasil pemeriksaan lanjutan setelash proses kuret juga tidak menunjukkan adanya kelainan atau serangan virus. Dokter Dety di Happyland Yogya merekomendasikan test TORCH dan test infeksi saluran kencing, tapi hasilnya negatif semua, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Well, mungkin belum saatnya bagi kami.
2 bulan setelah keguguran, aku mulai menata hidup kembali. Aku resign dari pekerjaan di Jogja dan mengikuti suami pindah ke Bogor. 3 bulan setelahnya aku mulai menjalankan program hamil kembali. Mulai dari awal lagi. Namun kali ini aku mencari dokter obgyn (KFer), dokter yang memang konsen ke masalah infertilitas. Kami menemui dokter Lukman Hakim di RS Bunda Nuraida Bogor. Dari hasil-hasil test yang sudah kami lakukan, dokter melanjutkan dan menganalisa penyebab tak kunjungnya aku hamil. Dimulai dari pemeriksaan rahim dan sel telur dengan USG trans V. Dokter meresepkan suntik antibiotik untuk mengobati infeksi panggulku. Kemudian siklus berikutnya dokter menyarankan test hormon untuk ku. Satu hal yang dicurigai, hormonku tidak seimbang. Hormon androgen ku tinggi, sehingga mempengaruhi proses pematangan sel telurku. Diet gula dan menurunkan berat badan adalah salah satu dari terapiku, disamping pemberian suplemen asam folat, anti oksidan dan metformin. Well, perjuangan ini masih berlangsung. Dan aku akan menuliskan dalam catatan ini. Hopefully akan di akhiri dengan kabar kehamilanku (Amiinn ya rabbal alamin) :)
smoga disegerakan menjadi seorang Ibu ya mbak cantik, aamiin ya Rabb....
ReplyDelete*aku jugaaaa* hahaha aamiin
Makasih mba Dwi... amin amin yra.. semoga mba dwi juga segera diberikan kehamilan dan melahirkan baby yang sehat # baru baca comment di blog ini :))
ReplyDeleteSemangat mba Endah dan mas Yos.. Terus berusaha dan berdoa.. InsyaaAllah di nilai ibadah sebagaimana Nabi Ibrahim AS yang terus bersabar dan berdoa agar diberikan anak.. Yakin sebaik2 nya planning, adalah plan Allah SWT
ReplyDeleteMbak endah...menyentuh sekali..semoga Allah memberikan yg terbaik di saat yang terbaik..aamiin...
ReplyDeleteMakasih mba Rany 😊. Aamiin ya rabal alamiin
DeleteMakasih mba Rany 😊. Aamiin ya rabal alamiin
DeleteSalam kenal mba endah. Saya Gabriela liebe, rencananya juga mau cek ke dokter lukman krn saya didiagnosis kemungkinan kena radang / infeksi panggul. Mba gimana infeksi panggulnya, berapa kali pengobatan mba baru sembuh? Oh iya mba kira-kira berapaan mba biaya yang mba keluarkan? Maaf ya mba banyak nanya, hehehe.. terima kasih mba endah
ReplyDeleteSalam kenal endah kebetulan saya pun sdng promil di dokter luckman Batu tahap cek hormon.. Mba endah gmn program nya sdh smpai sjauh mana
ReplyDeleteHai mbak astrid, dl waktu pwrtama apakah suntik antibiotik juga?
Delete